Mata kuliah AKUNTANSI
PERBANKAN SYARIAH
II. MUSYARAKAH
Nasabah Bank ABC mengajukan pembiayaan Pengembangan software ADLC dari sebuah perusahaan Telekomunikasi terkemuka di Indonesia, PT XYZ. Total Nilai proyek yang akan dikerjakan adalah sebesar Rp 2.970.000.00, termasuk PPN 10%. Berdasarkan perhitungan kebutuhan modal kerja, nasabah membutuhkan MK sebesar Rp 1.744.947.500. Bank memiliki aturan untuk memberikan share pembiayaan maksimum 70% dari kebutuhan pembiayaan. Berdasarkan proyeksi cashflow nasabah penarikan modal kerja dilakukan secara bertahap (sesuai tabel) dan pembayaran dari Bouwheer dilakukan berdasarkan progress penyelesaian pekerjaan sesuai dengan kontrak (terlampir dalam tabel)
Pertanyaan:
a. Berapakah pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank dan dana yang harus dipersiapkan nasabah (dengan angka pembulatan 7 digit ke bawah ) ?
b. Bagaimana proyeksi pembayaran bagi hasil dari nasabah dan berapa besar nisbah yang harus dibayar nasabah jika ekspektasi return yang diharapkan oleh Bank adalah setara dengan 14,5% pa ? Adakah perbedaan dengan perhitungan bunga yang dihitung setiap bulan sesuai dana bank yg digunakan oleh nasabah ?
Jawab:
a. Pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank ABC adalah senilai Rp 1.744.947.500 x 70% = Rp 1.221.463.250,- atau dibulatkan ke bawah menjadi Rp 1.220.000.000,00
b. Menghitung nisbah bagi hasil didasarkan atas pendapatan nett nasabah setelah mengeluarkan PPN, sehingga pendapatan nett nasabah adalah sebesar Rp 2.700.000.000,00
Proyeksi pembayaran bagi hasil dihitung berdasarkan ekspekatasi return yang diinginkan oleh Bank setara 14,5% pa dengan model dropping pembiayaan secara bertahap sesuai tabel dan juga schedule pembayaran dari Bouwheer secara bertahap sesuai dengan progress penyelesaian proyek. Proyeksi pencairan pembiayaan secara bertahap ini diperoleh dari proyeksi cashflow proyek nasabah sehingga besaran pembiayan yang diberikan benar-benar langsung secara produktif dugunakan atas proyek yang dibiayai secara musyarakah ini.
Setiap pencairan pembiayaan, nasabah pun memasukkan share atau dana syirkah bagian nasabah untuk kemudian digunakan oleh nasabah guna membiayai proyek tersebut, dalam hal ini sekitar 70% share bank dan 30% share nasabah.
Penurunan pokok pembiayaan dilakukan secara proporsional sesuai dengan progress pembayaran dengan memperhitungkan prosentase Modal Kerja atas Pendapatan yang diperoleh nasabah dalam proyek ini (sebesar rata-rata 65%) dengan perhitungan
= MK/NP(nilai Proyek)
= 1.744.947.500 / 2.700.000.000,-
= 64,63% atau dibulatkan menjadi 65%
Pada pembayaran tahap 1 sebesar Rp 540 juta (20% dari nett nilai kontrak), maka pokok turun sebesar Rp 540 juta x 70% x 65% = Rp 245.700.000,-
Sisa dana yang masuk sebagian menjadi bagian keuntungan Bank dan Nasabah dan sebagian sebagai pengembalian share pokok nasabah, sehingga nasabah dapat memanfaatkan dana tersebut untuk proyek lainnya.
Berdasarkan schedule proyeksi penyelesaian proyek, return yang diharapkan oleh Bank ABC atas pembiayaan ini sampai dengan akhir adalah sebesar Rp 75.885.750,-, sehingga nisbah bagi hasil antara Bank ABC dengan nasabah berdasarkan revenue sharing adalah 2,81% untuk Bank dan 97,19% untuk nasabah.
Prosentase pembayaran nisbah pada pembayaran tahap selanjutnya tetap sama mengingat jumlah porsi pembiayaan sama-sama turun secara proporsional.
Terlihat perbedaan jumlah pembayaran nisbah dengan perhitungan bunga bulanan setara 14,5% meskipun secara total pembayaran yg diterima memiliki nilai/jumlah yg sama.
Nasabah Bank ABC mengajukan pembiayaan Pengembangan software ADLC dari sebuah perusahaan Telekomunikasi terkemuka di Indonesia, PT XYZ. Total Nilai proyek yang akan dikerjakan adalah sebesar Rp 2.970.000.00, termasuk PPN 10%. Berdasarkan perhitungan kebutuhan modal kerja, nasabah membutuhkan MK sebesar Rp 1.744.947.500. Bank memiliki aturan untuk memberikan share pembiayaan maksimum 70% dari kebutuhan pembiayaan. Berdasarkan proyeksi cashflow nasabah penarikan modal kerja dilakukan secara bertahap (sesuai tabel) dan pembayaran dari Bouwheer dilakukan berdasarkan progress penyelesaian pekerjaan sesuai dengan kontrak (terlampir dalam tabel)
Pertanyaan:
a. Berapakah pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank dan dana yang harus dipersiapkan nasabah (dengan angka pembulatan 7 digit ke bawah ) ?
b. Bagaimana proyeksi pembayaran bagi hasil dari nasabah dan berapa besar nisbah yang harus dibayar nasabah jika ekspektasi return yang diharapkan oleh Bank adalah setara dengan 14,5% pa ? Adakah perbedaan dengan perhitungan bunga yang dihitung setiap bulan sesuai dana bank yg digunakan oleh nasabah ?
Jawab:
a. Pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank ABC adalah senilai Rp 1.744.947.500 x 70% = Rp 1.221.463.250,- atau dibulatkan ke bawah menjadi Rp 1.220.000.000,00
b. Menghitung nisbah bagi hasil didasarkan atas pendapatan nett nasabah setelah mengeluarkan PPN, sehingga pendapatan nett nasabah adalah sebesar Rp 2.700.000.000,00
Proyeksi pembayaran bagi hasil dihitung berdasarkan ekspekatasi return yang diinginkan oleh Bank setara 14,5% pa dengan model dropping pembiayaan secara bertahap sesuai tabel dan juga schedule pembayaran dari Bouwheer secara bertahap sesuai dengan progress penyelesaian proyek. Proyeksi pencairan pembiayaan secara bertahap ini diperoleh dari proyeksi cashflow proyek nasabah sehingga besaran pembiayan yang diberikan benar-benar langsung secara produktif dugunakan atas proyek yang dibiayai secara musyarakah ini.
Setiap pencairan pembiayaan, nasabah pun memasukkan share atau dana syirkah bagian nasabah untuk kemudian digunakan oleh nasabah guna membiayai proyek tersebut, dalam hal ini sekitar 70% share bank dan 30% share nasabah.
Penurunan pokok pembiayaan dilakukan secara proporsional sesuai dengan progress pembayaran dengan memperhitungkan prosentase Modal Kerja atas Pendapatan yang diperoleh nasabah dalam proyek ini (sebesar rata-rata 65%) dengan perhitungan
= MK/NP(nilai Proyek)
= 1.744.947.500 / 2.700.000.000,-
= 64,63% atau dibulatkan menjadi 65%
Pada pembayaran tahap 1 sebesar Rp 540 juta (20% dari nett nilai kontrak), maka pokok turun sebesar Rp 540 juta x 70% x 65% = Rp 245.700.000,-
Sisa dana yang masuk sebagian menjadi bagian keuntungan Bank dan Nasabah dan sebagian sebagai pengembalian share pokok nasabah, sehingga nasabah dapat memanfaatkan dana tersebut untuk proyek lainnya.
Berdasarkan schedule proyeksi penyelesaian proyek, return yang diharapkan oleh Bank ABC atas pembiayaan ini sampai dengan akhir adalah sebesar Rp 75.885.750,-, sehingga nisbah bagi hasil antara Bank ABC dengan nasabah berdasarkan revenue sharing adalah 2,81% untuk Bank dan 97,19% untuk nasabah.
Prosentase pembayaran nisbah pada pembayaran tahap selanjutnya tetap sama mengingat jumlah porsi pembiayaan sama-sama turun secara proporsional.
Terlihat perbedaan jumlah pembayaran nisbah dengan perhitungan bunga bulanan setara 14,5% meskipun secara total pembayaran yg diterima memiliki nilai/jumlah yg sama.

A. Musyarakah
- Pengertian
Secara bahasa musyarakah berarti mencampur. Dalam hal
ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Dalam istilah fikih syirkah adalah suatu akad antara dua orang
atau lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu dalam keuntungan.
Menurut Hanafiyah syirkah adalah :
Perjanjian antara dua pihak yang bersyarikat mengenai
pokok harta dan keuntungannya.
Menurut ulama Malikiyah syirkah adalah :
Keizinan untuk berbuat hukum bagi kedua belah pihak,
yakni masing-masing mengizinkan pihak lainnya berbuat hukum terhadap harta
milik bersama antara kedua belah pihak, disertai dengan tetapnya hak berbuat
hukum (terhadap harta tersebut) bagi masing-masing.
Menurut Hanabilah :
Berkumpul dalam berhak dan berbuat hukum.
Sedangkan menurut Syafi‟iyah ::
Tetapnya hak tentang sesuatu terhadap dua pihak atau
lebih secara merata.
Menurut Latifa M.Algoud dan Mervyn K. Lewis
Musyarakah adalah kemitraan dalam suatu usaha, dimana
dua orang atau lebih menggabungkan modal atau kerja mereka, untuk berbagi
keuntungan, menikmati hak-hak dan tanggung jawab yang sama. Sedangkan menurut
Sofiniyah Ghufron dkk., al-musyarakah atau syirkah adalah akad kerjasama usaha
patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis
usaha yang halal dan produktif, di mana keuntungan dan resiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan.
Meskipun rumusan yang dikemukakan para ahli tersebut
redaksional berbeda, namun dapat difahami intinya bahwa syirkah “adalah
perjanjian kerjasama antara dua pihak atau beberapa pihak, baik mengenai modal
ataupun pekerjaan atau usaha untuk memperoleh keuntungan bersama”.
Dasar hukum musyarakah antara lain firman Allah pada
Surat An-Nisak ayat 12 yang artinya: “Dan jika saudara-saudara itu lebih dua
orang, maka mereka bersyarikat pada yang sepertiga itu”,.dan juga hadits Nabi
SAW yang berbunyi: Artinya : “Saya yang ketiga dari dua orang yang bersyarikat
selama salah satunya tidak mengkhianati yang lain, tetapi apabila salah satunya
mengkhianati yang lain, maka aku keluar dari keduanya. HR. Abu Daud dan
dishahihkan oleh Al-Hakim.
- Landasan Syariah
Akad syirkah ini mendapatkan landasan syariahnya dari
al-Qur’an, hadis dan ijma’.
1) Dari al-Qur’an
” Maka mereka berserikat dalam sepertiga” Q.S. An-Nisa’
: 12. Ayat ini sebenarnya tidak memberikan landasan syariah bagi semua jenis
syirkah, ia hanya memberikan landasan kepada syirkah jabariyyah ( yaitu
perkongsian beberapa orang yang terjadi di luar kehendak mereka karena mereka
sama-sama mewarisi harta pusaka).
” Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berkongsi itu benar-benar berbuat zalim kepada sebagian lainnya kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh”. Q.S. Shod: 24. Ayat ini
mencela perilaku orang-orang yang berkongsi atau berserikat dalam berdagang
dengan menzalimi sebagian dari mitra mereka. Kedua ayat al-Qur’an ini jelas
menunjukkan bahwa syirkah pada hakekatnya diperbolehkan oleh risalah-risalah
yang terdahulu dan telah dipraktekkan.
2) Dari Sunnah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW
bersabda : Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman : Aku adalah mitra ketiga
dari dua orang yang bermitra selama salah satu dari kedunya tidak mengkhianati
yang lainnya. Jika salah satu dari keduanya telah mengkhianatinya, maka Aku
keluar dari perkongsian itu”. H. R. Abu Dawud dan al-Hakim. Arti hadis ini
adalah bahwa Allah SWT akan selalu bersama kedua orang yang berkongsi dalam
kepengawasanNya, penjagaanNya dan bantuanNya. Allah akan memberikan bantuan
dalam kemitraan ini dan menurunkan berkah dalam perniagaan mereka. Jika
keduanya atau salah satu dari keduanya telah berkhianat, maka Allah
meninggalkan mereka dengan tidak memberikan berkah dan pertolongan sehingga
perniagaan itu merugi. Di samping itu masih banyak hadis yang lain yang
menceritakan bahwa para sahabat telah mempraktekkan syirkah ini sementara
Rasulullah SAW tidak pernah melarang mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
Rasulullah telah memebrikan ketetapan kepada mereka.
3) Ijma’
Kaum Muslimin telah sepakat dari dulu bahwa syirkah
diperbolehkan, hanya saja mereka berbeda pandangan dalam hukum jenis-jenis
syirkah yang banyak variasinya itu.
- Macam-macam musyarakah
Secara garis besar musyarakah terbagi dua, yang
pertama musyarakah tentang kepemilikan bersama, yaitu musyarakah yang terjaIi
tanpa adanya akad antara kedua pihak. Ini ada yang atas perbuatan manusia,
seperti secara bersama-sama menerima hibah atau wasiat, dan ada pula yang tidak
atas perbuatan manusia, seperti bersama-sama menerima hibah atau menerima
wasiat, dan ada pula yang tidak atas perbuatan manusia, seperti bersama-sama
menjadi ahli waris.
Bentuk kedua adalah musyarakah yang lahir karena akad
atau perjanjian antara pihak-pihak (syirkah al-“uqud). Ini ada beberapa macam:
a. Syirkah Inan
Syirkah Inan adalah Kerjasama antara 2 pihak atau
lebih, setiap pihak menyumbangkan modal dan menjalankan usaha atau bisnis.
Contoh bagi syirkah inan: Ibrahim dan Omar bekerjasama
menjalankan perniagaan burger bersama-sama dan masing-masing mengeluarkan modal
1 juta rupiah. Kerja sama ini diperbolehkan berdasarkan As-Sunnah dan ijma’
sahabat. Disyaratkan bahwa modal yang dikongsi adalah berupa uang. Modal dalam
bentuk harta benda separti kereta/gerobak harus diakadkan pada awal transaksi.
Kerja sama ini dibangunkan oleh konsep perwakilan(wakalah) dan
kepercayaan(amanah). Sebab masing-masing pihak memberi/berkongsi modal kepada
rekan kerjanya berarti telah memberikan kepercayaan dan mewakilkan usaha atau
bisnisnya untuk dikelola.
Keuntungan usaha berdasarkan kesepakatan semua pihak
yang bekerjasama, manakala kerugian berdasarkan peratusan modal yang
dikeluarkan. Abdurrazzak dalam kitab Al-Jami’ meriwayatkan dari Ali ra. yang
mengatakan: “Kerugian bergantung kepada modal, sedangkan keuntungan bergantung
kepada apa yang mereka sepakati”
b. Syirkah Abdan
Syirkah Abdan adalah kerjasama 2 orang atau lebih yang
hanya melibatkan tenaga(badan) mereka tanpa kerjasama modal.
Sebagai contoh: Jalal adalah Ahli bangunan rumah dan
Rafi adalah Ahli elektrik yang berkerjasama menyiapkan projek mebangun sebuah
rumah. Kerjasama ini tidak harus mengeluarkan uang atau biaya. Keuntungan
adalah berdasarkan persetujuan mereka.
Syirkah abdan hukumnya mubah berdasarkan dalil
As-sunnah. Ibnu mas’ud pernah berkata “Aku berkerjasama dengan Ammar bin Yasir
dan Saad bin Abi Waqqash mengenai harta rampasan perang badar. Sa’ad membawa
dua orang tawanan sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun” (HR Abu Dawud
dan Atsram). Hadist ini diketahui Rasulullah saw dan membenarkannya.
c. Syirkah Mudharabah
Syirkah Mudharabah adalah syirkah dua pihak atau lebih
dengan ketentuan. satu pihak menjalankan kerja (amal) sedangkan pihak lain
mengeluarkan modal (mal). (An-Nabhani, 1990: 152).
Istilah mudharabah dipakai oleh ulama Iraq, sedangkan
ulama Hijaz menyebutnya qiradh. (Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili, 1984: 836).
Sebagai contoh: Khairi sebagai pemodal memberikan modalnya sebanyak 500 ribu
kepada Abu Abas yang bertindak sebagai pengelola modal dalam pasaraya ikan.
Ada 2 bentuk lain sebagai variasi syirkah mudharabah.
Pertama, 2 pihak (misalnya A dan B) sama-sama
memberikan mengeluarkan modal sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan
menjalankan kerja sahaja.
Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan
konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya
memberikan konstribusi modal tanpa konstribusi kerja.
Kedua-dua bentuk syirkah ini masih tergolong dalam
syirkah mudharabah (An-Nabhani, 1990:152). Dalam syirkah mudharabah, hak
melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola. Pemodal tidak berhak turut
campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat
yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan
di antara pemodal dan pengelola, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh
pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku wakalah (perwakilan), sementara
seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan
kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152). Namun demikian, pengelola turut menanggung
kerugian jika kerugian itu terjadi kerana melanggar syarat-syarat yang
ditetapkan oleh pemodal.
d. Syirkah Wujuh
Disebut Syirkah Wujuh kerana didasarkan pada
kedudukan, ketokohan atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat.
Syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak (misalnya A dan B) yang sama-sama
melakukan kerja (amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang mengeluarkan
modal (mal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat.
Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah
mudharabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya.
(An-Nabhani, 1990:154) Bentuk kedua syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak
atau lebih yang bersyirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas
dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya tanpa sumbangan modal dari
masing-masing pihak. Misalnya A dan B tokoh yang dipercayai pedagang. Lalu A
dan B bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang pedagang C
secara kredit. A dan B bersepakat masing-masing memiliki 50% dari barang yang
dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua,
sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).
Dalam syirkah kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan, bukan berdasarkan nisbah barang dagangan yang dimiliki. Sedangkan
kerugian ditanggung oleh masing-masing pengusaha wujuh usaha berdasarkan
kesepakatan. Syirkah wujuh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan
(An-Nabhani, 1990:154).
Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa
ketokohan (wujuh) yang dimaksud dalam syirkah wujuh adalah kepercayaan keuangan
(tsiqah maliyah), bukan semata-mata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu,
tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau
pedagang besar), yang dikenal tidak jujur atau suka memungkiri janji dalam
urusan keuangan. Sebaliknya sah syirkah wujuh yang dilakukan oleh seorang
biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan
keuangan (tsiqah maliyah) yang tinggi misalnya dikenal jujur dan tepat janji
dalam urusan keuangan.
e. Syirkah Mufawadhah
Syirkah Mufawadhah adalah syirkah antara 2 pihak atau
lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, ‘abdan,
mudharabah dan wujuh).
Syirkah mufawadhah dalam pengertian ini, menurut
An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah berdiri sendiri
maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. Keuntungan yang
diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung
sesuai dengan jenis syirkahnya; yaitu ditanggung oleh pemodal sesuai dengan
nisbah modal (jika berupa syirkah inan) atau ditanggung pemodal saja (jika
berupa syirkah mudharabah) atau ditanggung pengusaha usaha berdasarkan
peratusan barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh).
Contoh: A adalah pemodal, menyumbang modal kepada B
dan C, dua jurutera awam yang sebelumnya sepakat bahwa masing-masing melakukan
kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk menyumbang modal untuk membeli
barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam hal
ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan yaitu B dan C sepakat
masing-masing bersyirkah dengan memberikan konstribusi kerja sahaja.
Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C,
berarti di antara mereka bertiga wujud syirkah mudharabah. Di sini A sebagai
pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa
masing-masing memberikan suntikan modal di samping melakukan kerja, berarti
terwujud syirkah inan di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara
kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya berarti terwujud syirkah
wujuh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah
menggabungkan semua jenis syirkah yang ada yang disebut syirkah mufawadhah.
- Rukun dan Syarat Syarikat Al-‘Uqud
Menurut Hanafiyah untuk terjadinya syarikah al-‘uqud,
maka harus ada ijab dan qabul. Sedangkan menurut Jumhur, rukunnya ada tiga,
yaitu: a. Dua orang yang berakal sehat, b. Objek yang diperjanjikan dan c.
Lafaz akad yang sesuai dengan isi. Lebih lanjut Jumhur ulama berpendapat bahwa
rukun akad pada umumnya adalah al-‘aqidaini, mahallu al-‘aqd dan sighat
al-‘aqd. Selain ketiga rukun tersebut, Musthafa Az-Zarqa menambah satu lagi,
yakni maudhu’ al-‘uqd (tujuan akad).
Sedangkan syarat syarikat al-‘uqud pada umumnya
adalah:
a. Harus mengenai tasharuf yang dapat diwakilkan
b. Pembagian keuntungan yang jelas
c. Pembagian keuntungan tergantung kepada kesepakatan,
bukan kepada besar kecilnya modal atau kewajiban.
0 komentar:
Posting Komentar